Jumat, 04 Februari 2011

MEMBENTENGI ANAK DARI PORNOGRAFI

MEMBENTENGI ANAK DARI PORNOGRAFI

Beberapa hari yang lalu kita banyak mendengar berita tentang derasnya "serangan" pornografi dan menyasar kepada objek anak-anak. Mulai dari game, komik bahkan akses lansung ke konten pornografi yang sekarang ini semakin mudah didapat. Sayangnya, hampir semua berita tersebut justru "memuji" keberhasilan vendor atau pengelola konten pornografi dengan keuntungan triliyunan rupiah lengkap dengan tips dan trik bisnisnya. Para tokoh dan masyarakatpun sibuk meng- "kambing hitam" -kan kemajuan teknologi dengan segala pernak-perniknya. Semua lupa, apa yang seharusnya dilakukan kepada anak-anak agar tidak terjerat kearah yang negative kemajuan teknologi informasi?

Seperti kehabisan akal, pemerintah-pun ikut-ikutan "bakar lumbung padi" gara-gara "tikus pornografi" yang masuk lewat akses RIM Blackberry. Bisa menyelesaikan masalah? Mungkin iya jika masalahnya cuma pornografi. Tapi perlu diingat bahwa sumber segala masalah adalah kebodohan, kurang beriman dan lupa norma. Mengapa kita tidak fokus saja kepada ketiga hal ini?

Meningkatkan nilai-nilai keagamaan
Hal pertama yang mungkin harus kita lakukan adalah meningkatkan nilai spiritual dan kepercayaan anak kepada tuhan. Dengan meningkatkan nilai kepercayaan kepada tuhan, otomatis hati dan pikiran anak akan terarah kepada suatu hal yang baik-baik. Sebagaimana kita ketahui, bahwa nilai agama atau spiritualitas selalu memberi ajaran tentang batasan-batasan yang jelas tentang perihal baik dan buruk, jangan atau harus, berguana atau sia-sia, boleh dan atau sebaiknya. Selain itu, agama juga mengharuskan penganutnya untuk melakukan rutinitas ritual, yang dengannya akan mengalihkan si anak secara simultan dari hal-hal yang merugikan termasuk pornografi.

Tingkatkan pendidikan dan pemahaman
Sedikit cerita, pertama kali datang ke Pantai Sanur Bali, temen saya [Jika tidak mau ditulis saya...hehe], bengong sambil mata melotot dari pagi hingga sore karena melihat turis wanita berjemur dipantai hanya mengenakan penutup seadanya, bahkan ada yang tidak pake penutup badan sama sekali. Mengapa bisa terjadi? Yupz, karena tidak tahu dan belum pernah melihat yang demikian. Namun setelah satu minggu disana, semua kembali normal. Dan hal demikian tidak memberi dampak apa-apa [baca:ngeres] kepada temen saya.

Bagi si anak juga demikian. Diluar sana, pendidikan sex sudah diperkenalkan sejak dini. Lucunya "disini" justru ada omongan, "Alah, gak diajarin ajah dah pinter, apalagi diajarin..!" Ketahuan banget kalo yang ngomong dah ngeres duluan dan gak tahu sama sekali tentang kurikulum pendidikan sex. Pengenalan anatomi sex, fungsi sexualitas, masa fuberitas, menstruasi dan dampaknya terhadap hubungan sex dan lain sebagainya. Semuanya itu adalah hal yang harus didapat dan diketahui oleh dengan cara yang benar. Jangan sampai si anak menebak-nebak, dan bahkan ada yang kaget saat kemaluannya mengeluarkan darah saat menstruasi pertama kali. Atau anak lelaki yang bengong seharian karena semalam mimpi basah untuk yang pertama kali. Jangan jadikan cerita tentang sex sebagai hal yang tabu saat anak bertanya kepada orang tua. Yang harus dilakukan adalah memberikan penjelasan yang setepat-tepatnya kepada si anak dan cukup membuatnya puas. Jika tidak, jangan salahkan anak saat ia mencari info sendiri di internet. Dari pengalaman, banyak nyasarnya ketimbang info yang benar didapat.

Tumbuh kembangkan norma-norma ketimuran
Secara pribadi, saya termasuk orang yang pro westernisasi [Orang awam menyebutnya Modernisasi]. Tapi saya tetap tidak menyukai jika ada anak yang memperkenalkan sang pacar kepada orang tuanya dengan bergandengan, mencium pacarnya didepan keramaian, mengunakan bahasa alay [gaul] kepada orang yang lebih tua dan menunjukkan sikap ketidak-sopanan lainnya kepada lingkungan seperti menonjolkan bagian tubuh yang bisa menimbulkan hasrat sexual [Sexual Appeal] dengan berpakaian serba minim dengan tujuan menarik perhatian. Ini bertentangan dengan adat ketimuran kita. Adat ketimuran tetap harus kita pupuk. Salah kaprah dalam memaknai modernisasi adalah penyebab utamanya. Jika memang modernisasi telah kita praktekkan, maka norma dan adat ketimuran kita justru akan lebih baik , bukan sebaliknya semakin menurun dan hilang. Yang justru dilakukan adalah proses westernisasi [kebarat-baratan] yang tidak diimbangi dengan "isi kepala" [baca:pendidikan] yang mumpuni. Hal yang terjadi justru lucu, "Tampilan mirip artis londo, bosone jowo, mangane telo". Dan jika si anak terus dipupuk dengan norma ketimuran, sudah dipastikan ia akan merasah risih dan malu kepada dirinya sendiri saat melihat konten porno di internet. Karena hal demikian memang tidak pernah dan tidak terbayangkan di kehidupan sehari-harinya.

Peran Teknologi Informasi
Teknologi informasi sekarang ini sedang menjadi kambing hitam atas semua kekacauan moral saat ini. Anehnya ini hanya terjadi "disini". Bukan di Amerika, Eropa atau negara maju, baik secara ekonomi maupun "otak" lainnya. Mengapa demikian? Karena kita memang penikmat sejati tanpa perlu mempelajari. Kita modifikator sejati tanpa perlu membuat yang asli. Perlu tahu fungsinya atau tidak yang penting bergaya pake Blackberry. Jika gak bisa beli, Berry-berry China pun jadi, yang penting bentuknya Blackberry. Ini kelemahan kita dalam memahami dan menikmati teknologi informasi.

Jika perkembangan Teknologi Informasi ini semakin pesat dan tidak dibarengi dengan filter agama, pendidikan dan norma, maka kerusakan yang terjadi akan semakin global, bukan hanya moral. Wajar jika ada akun facebook yang menulis status dengan kata-kata kotor, menyinggung dan menampilkan image profile yang tidak pantas. Ini terjadi karena ia merasa tidak ada orang yang melihat identitas aslinya. Yang berarti ia merasa tidak ada tuhan yang bisa melihatnya. Menggunakan kata-kata kotor yang tidak sesuai dengan budaya ketimuran dan gak paham sama sekali [karena kurang ilmu], jika akun demikian bisa diblokir kapan saja jika orang tidak senang.

Akhirnya, mari kita tingkatkan nilai ke-imanan kepada anak-anak kita, teruslah belajar agar bisa menjawab pertanyaan anak kita dan jadilah "orang Indonesia" yang bisa menunjukkan nilai ketimuran kepada siapa saja.

Demikian, moga bermanfaat!

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Powerade Coupons